Mengabdi sebagai guru honorer memiliki cerita tersendiri bagi mereka yang menjalaninya, salah satunya Faziliah. Sudah 13 tahun lamanya, perempuan ini membaktikan diri untuk negeri.
Jumlah gaji yang diterima perempuan 43 tahun itu memang tak sepadan dibandingkan dengan kerja keras yang ditekuninya, sebagai guru pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar (SD) Negeri 20 Baktiya.
Gaji Rp300 ribu per bulan tak membuat Faziliah patah braxtonatlakenorman.com semangat dalam mendidik anak-anak di sekolah. Dia bahkan mengaku pernah tak merasakan sepeser pun gaji selama lima bulan pada 2021.
“Sebenarnya kita butuh, tetapi jika disuruh memilih saya lebih baik gaji sedikit daripada dirumahkan, tahun kemarin saya hanya digaji 7 bulan tidak apa-apa yang penting saya masih tetap mengajar,” ujar Faziliah, Rabu (9/3/2022).
Selama perjalanannya sebagai guru honorer, Faziliah sudah mencoba mengikuti seleksi menjadi pegawai melalui Perjanjian Kerja (PPPK), namun tidak lulus.
“Untuk tahun ini gajinya belum cair, biasanya dirapel tiga bulan, mungkin cairnya awal bulan April,” tutur Faziliah.
Namun Faziliah tak mempermasalahkan hal itu. Ia dan para guru lain yang senasib hanya berharap agar pemerintah tak merumahkan mereka. Faziliah mengaku sangat bangga dengan profesinya saat ini.
“Saya libur sekolah misalnya sepi sekali rasanya. Apalagi saya hanya tinggal berdua di rumah sama suami, tetapi kalau saya mengajar saya terhibur melihat anak-anak didik di sekolah,” ucapnya.
Kata dia, gaji diterima selama ini masih jauh dari kata cukup. Untuk menutupi kekurangan rumah tangganya sehari-hari, Faziliah dan suami melakukan aktivitas lainnya seperti bertani dan berkebun.
“Saya sudah biasa digaji sedikit, tetapi saya tidak siap apabila dirumahkan, mungkin saya harus berusaha lagi agar lulus saat mengikuti PPPK,” imbuhnya.
Baca Juga : 5 Deretan Sekolah SMA Termahal Di Bandung Yang Memiliki Kualitas Terbaik
Morotarium tambang yang dikeluarkan melalui Instruksi Gubernur Aceh nomor 5/INSTR/2017 tertanggal 15 Desember 2017 telah berakhir pada 15 Juni 2018 lalu. Hingga saat ini belum ada wacana baru dari Pemerintah Aceh untuk memperpanjang morotarium tambang tersebut.
Meskipun demikian, Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Plt Nova Iriansyah mengaku tidak bakal memprioritaskan pemberian izin pertambangan. Hal ini disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Wiratmadinata, di sela-sela jumpa pers Plt Gubernur Aceh terkait tindaklanjut penolakan masyarakat terhadap izin operasi PT EMM di Kantor Bappeda Aceh, Senin, 22 April 2019.
“Kebijakan Pemerintah Aceh pada saat ini lebih menitikberatkan pada sektor industri kecil dan menengah. Kita komit pada moratorium tambang,” kata Wiratmadinata.
Dia menegaskan, Pemerintah Aceh akan terus melakukan moratorium pertambangan. Komitmen itu dibuktikan dengan adanya pencabutan 98 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dilakukan pada awal 2019. “Apalagi kalau dia (IUP) itu berpotensi merusak lingkungan,” tegasnya.